Trauma Dwi Fungsi vs Frustrasi “Parcok” Dilema Rakyat terhadap Militer

Oleh: Nazaruddin, Kolumnis dan Pemerhati Sosial Politik.

Perdebatan mengenai posisi TNI dalam panggung politik kembali mencuat. Isu revisi Undang-Undang TNI, perwira aktif yang menduduki jabatan sipil, hingga rumor skenario demonstrasi rusuh menuju darurat militer telah memecah opini publik. Media Tempo bahkan melaporkan bahwa draf peraturan darurat militer telah disodorkan ke Presiden Prabowo, menambah kegelisahan masyarakat sipil.

Kekhawatiran Kalangan Sipil

Bagi mahasiswa, aktivis, akademisi dan pengamat, manuver TNI ini mengingatkan pada trauma lama: kembalinya dwi fungsi. Pengalaman Orde Baru menunjukkan betapa tentara ketika diberi ruang di panggung sipil akan meluas pengaruhnya ke parlemen, kementerian, bahkan ruang-ruang kecil kehidupan warga. Bagi mereka, demokrasi yang rapuh bisa runtuh seketika bila militer kembali menguasai arena politik.

Harapan pada TNI

Namun, di sisi lain, sebagian masyarakat justru memandang kehadiran TNI sebagai kebutuhan mendesak. Argumen mereka sederhana: “Sepuluh tahun pemerintahan Jokowi meninggalkan kerusakan serius—hukum yang kehilangan wibawa, korupsi yang tak terkendali, utang negara yang membengkak, kemiskinan yang meningkat, dan polisi yang hancur kredibilitasnya.”

Di sinilah istilah “Parcok” (Partai Coklat) muncul. Bukan menunjuk polisi sebagai institusi, tetapi jejaring oknum yang dinilai membentuk “partai dalam negara” demi mengamankan kepentingan politik dan ekonomi tertentu. Banyak percakapan di media sosial menyebut bahwa polisi selama pemerintahan Jokowi justru menjadi pemain politik yang lebih berbahaya dibanding TNI.

Bagi kalangan ini, TNI dibutuhkan sebagai penyeimbang “Parcok” yang terlalu kuat. Mereka menilai hanya disiplin militer yang bisa membongkar oligarki bercokol, sekaligus mengembalikan wibawa negara.

Antara Trauma dan Frustrasi

Dua narasi besar ini memperlihatkan paradoks yang khas Indonesia: rakyat takut pada militer, tetapi juga menggantungkan harapan pada militer. Trauma dwi fungsi belum pulih, tetapi kekecewaan terhadap institusi sipil begitu besar hingga sebagian orang rela membuka kembali pintu bagi militer.

Fenomena ini pada dasarnya adalah cermin dari kegagalan konsolidasi demokrasi. Ketika partai politik gagal berfungsi sebagai penyalur aspirasi, parlemen sibuk menjadi pasar transaksi, dan polisi terjebak dalam logika Parcok, masyarakat kehilangan rujukan sipil yang bisa dipercaya. Akibatnya, militer kembali dipandang sebagai “penyelamat terakhir.”

Jalan yang Perlu Dijaga

Namun, membiarkan TNI mengambil alih ruang sipil adalah langkah mundur. Negara modern seharusnya berdiri di atas supremasi hukum, bukan disiplin senjata. Tantangannya bukan sekadar menahan TNI agar tidak kembali ke panggung politik, melainkan juga membenahi institusi sipil yang sudah terlanjur bobrok.

Jika polisi tidak segera dibersihkan dari budaya Parcok, jika partai politik tetap menjadi mesin oligarki, dan jika parlemen tetap menjadi ladang dagang undang-undang dan stempel pemerintah, maka nostalgia pada tangan besi militer akan terus muncul. Padahal itu bukan solusi, melainkan pengulangan tragedi lama.

Penutup

Kita berada di persimpangan berbahaya: di antara trauma masa lalu dan frustrasi masa kini. Demokrasi hanya bisa bertahan jika sipil kembali kuat, bukan jika kita menyerahkan masa depan pada militer. TNI harus tetap di barak, polisi harus direformasi dari Parcok menjadi aparat hukum sejati, dan partai politik harus kembali menjadi pilar demokrasi, bukan sekadar mesin rente. [el]

Terkait

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI, Ketua Relawan BroNies. Ada yang bilang mustahil berujung kebenaran jika dimulai dengan kejahatan. Entah suasana batin yang muncul terpaksa atau dengan kesadaran. Menghalalkan segala…

Purbaya Berdaya, Menggempur Tipu Daya dan Politik Sandera

Oleh Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI, Ketua Umum Relawan BroNies. Rakyat kini seperti memiliki “Bad Boy” asuhan Prabowo Subianto. Purbaya Yudha Sadewa gencar memberikan “culture shock” pada tikus-tikus negara pengerat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Opini

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

  • By eL Chan
  • Oktober 24, 2025
  • 0
  • 20 views
Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Purbaya Berdaya, Menggempur Tipu Daya dan Politik Sandera

  • By eL Chan
  • Oktober 23, 2025
  • 0
  • 26 views
Purbaya Berdaya, Menggempur Tipu Daya dan Politik Sandera

Refleksi Kaum Pesantren yang Umumnya Buta Apa Itu Kapital, Bagaimana Kapital Dikumpulkan, Bagaimana Kapital Dioperasikan, dan Bagaimana Dampak Kapital dalam Mengeksploitasi Alam, Manusia dan Sejarah

Refleksi Kaum Pesantren yang Umumnya Buta Apa Itu Kapital, Bagaimana Kapital Dikumpulkan, Bagaimana Kapital Dioperasikan, dan Bagaimana Dampak Kapital dalam Mengeksploitasi Alam, Manusia dan Sejarah

Klasifikasi Kehidupan Sosial

Klasifikasi Kehidupan Sosial

Sampai Kapan Rakyat Kapok jadi Ternak Para Penguasa?

Sampai Kapan Rakyat Kapok jadi Ternak Para Penguasa?

Jokowi dan Skandal Ijazah Berjamaah

  • By eL Chan
  • Oktober 16, 2025
  • 0
  • 45 views
Jokowi dan Skandal Ijazah Berjamaah

Quo Vadis Jalur Gaza Setelah Todongan Perdamaian dari Trump untuk Hamas

Quo Vadis Jalur Gaza Setelah Todongan Perdamaian dari Trump untuk Hamas

Andaikan Aku Seorang Palestina-Jalur Gaza

Andaikan Aku Seorang Palestina-Jalur Gaza

Budaya Kita Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote

Budaya Kita Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote

Sistem MPR RI adalah Sistem Komunis?

Sistem MPR RI adalah Sistem Komunis?

Tidak Ada Istilah Kata Kita, Yang Ada Istilah Kami

Tidak Ada Istilah Kata Kita, Yang Ada Istilah Kami

Ganti Kapolri, Awal Reformasi Polri

  • By eL Chan
  • Oktober 9, 2025
  • 0
  • 146 views
Ganti Kapolri, Awal Reformasi Polri

Mau Kemana Reformasi Polri?

Mau Kemana Reformasi Polri?

Mayor Matnuin Hasibuan: Pendiri TKR Laut dan Pejuang Kemerdekaan di Bekasi yang Jarang Diketahui

Mayor Matnuin Hasibuan: Pendiri TKR Laut dan Pejuang Kemerdekaan di Bekasi yang Jarang Diketahui

Cara Perpikir Menkeu Baru Brilian Namun Perlu Keep Calm

Cara Perpikir Menkeu Baru Brilian Namun Perlu Keep Calm

UI, UGM, ITB: Tiga DNA Ekonomi Indonesia

UI, UGM, ITB: Tiga DNA Ekonomi Indonesia

Menakar Untung Rugi Sorbonne University Keluar dari Peringkat THE

Menakar Untung Rugi Sorbonne University Keluar dari Peringkat THE

Bahlil, Diserang Buzzer Jahat?

Bahlil, Diserang Buzzer Jahat?

Perjalanan Saya dengan Pak Fikri Thalib, Sm.HK

Perjalanan Saya dengan Pak Fikri Thalib, Sm.HK

Tito-Erick-Sigit, Beban Lama dan Ancaman Bom Waktu

  • By eL Chan
  • September 22, 2025
  • 0
  • 117 views
Tito-Erick-Sigit, Beban Lama dan Ancaman Bom Waktu