Oleh: Lamadi de Lamato,
Direktur Eksekutif Abuleke Institite, alumni Yale AS.
Beberapa hari ini, berita tentang Bahlil, Lahadalia, menteri ESDM dan Ketua Umum umum Golkar, diopinikan buruk begitu sangat kencang dan menggila. Opini itu sudah diluar nalar dan toleransi nalar sehat. Lelaki menteri asal Indonesia Timur ini, seolah olah sudah tidak punya sesuatu yang baik. Semua seolah tentang apa yg dikerjakan oleh Bahlil Lahadalia, buruk semua.
Prestasi yang ia torehkan sebagai anak kampung, yang bisa berada di lapisan elit tetap dikaitkan buruk. Begitupun kebijakannya yang memperbaiki sistem yang rusak warisan lama, baik di kementerian dulu hingga sekarang juga disebut buruk. Apapun tentang Bahlil Lahadalia selalu dipersoalkan publik terutama buzzer jahat.
Sebagai kawan yang tahu tentang sepak terjang menteri yang berasal dari orang miskin ini, sangat menyayangkan diskredit publik yang buruk itu kepada dirinya. Saya sangat yakin, orang-orang yang berhati kotor terhadap Bahlil Lahadalia bukan orang jauh, melainkan orang-orang dekat beliau. Mereka ini saya sebut buzzer jahat dengan strategi kotor dengan tujuan yang buruk pula. Mereka tidak ingin menteri asal Timur ini, berada di posisi strategis. Hubungannya yang bagus & mesra dengan Presiden Prabowo adalah bencana buat buzzer perusak bangsa tersebut.
Bertobatlah Buzzer Jahat
Melihat kerja buzzer yang buruk terhadap menteri ESDM dan Ketum Golkar, yang beritanya sangat tendensius, saya jadi ingat buku analisis kritis karya Eriyanto. Buku itu menggunakan teori Heiddeger tentang berita yang dibuat tidak bebas nilai. Berita yang tidak bebas nilai dengan pemberitaan yang buruk, sengaja diciptakan untuk tujuan kekuasaan manipulatif.
Berita itu diciptakan dengan menggiring opini tertentu yg bersifat destruktif. Bahlil yang sejak awal masuk di kementerian, tidak henti-hentinya di bombardir dengan berita yg tidak benar dan memojokan. Sebagai orang timur kadang-kadang tidak tahan dengan pemberitaan kawan demikian. Kalau tahu pelakunya, rasa-rasanya ingin bawa parang untuk potong orang yang merusak nama baik sang menteri. Namun cara itu, bukan solusi.
Guna menempuh cara yang elegan, saran saya buzzer jahat yang menyerang Bahlil, bertobatlah. Saya tidak melarang kritik, tapi bangunlah kritik yang baik seperti tidak menyentuh aspek rasial yang paling dikutuk oleh dunia.
Berprestasi & Gebrakan
Sangat aneh dengan buzzer jahat, menteri yang berasal dari timur ini sangat terbukti sebagai menteri berprestasi dan selalu membuat gebrakan tapi matanya selalu julid, sehingga sudut pandangnya selalu sempit dan buruk. Kendati bukan lulusan Harvard Amerika atau sejenisnya, tapi lelaki ini dianggap memiliki kompetensi internasional, sehingga ia bisa dipercaya mengelola kementerian yang identik dengan high skill di ESDM..
Kata kata pujian itu bukan datang dari orang biasa, melainkan langsung dari Presiden Prabowo sendiri. Presiden berujar, biasanya yang memimpin kementerian strategis, adalah mereka yg lulusan luar negeri.
Nah, Bahlil ternyata kuliahnya di Papua tapi bisa memimpin kementerian “kelas berat”. Bukan kementerian kelas berat saja, tapi kementerian yang sangat sarat dengan kepentingan mafia migas dan tambang.
Saya mensinyalir buzzer yang mendekreditkan Bahlil dengan caci maki di media sosial, adalah buzzer bayaran yang ditugaskan membendung kebijakan menteri ESDM, yang sedang bersih-bersih dari elit hingga akar-akarnya. Untuk langkah Bahlil yang oleh ilmuwan Fachry Ali dijuluki sebagai teknokrat dan seorang demokrat tulen ini, patut kita dukung. Setiap kebijakan ESDM yg dilakukan Bahlil, saya yakin semuanya adalah gebrakan yang sangat ditunggu untuk perbaikan yang lebih baik.
Editor: Suparman















